Ternyata Nulis Itu Mirip Ngerjain Soal Matematika, Ini 5 Alasannya!
Daftar Isi
![]() |
ilustrasi belajar matematika (pexels.com/cottonbro studio) |
Orang-orang sering bertanya-tanya,
“Kok bisa sih dari matematika nyambung ke dunia nulis?”
Padahal, aku justru merasa, menulis dan matematika itu sangat mirip.
Bukan dari luarannya, tapi dari dalam. Mulai dari cara berpikir, cara menyusun, hingga cara menyelesaikan masalah.
Berikut ini lima alasan kenapa aku bilang begitu.
1. Keduanya Dimulai dari Masalah, Bukan Jawaban
Dalam matematika, yang kita hadapi pertama kali adalah masalah. Misalnya seperti soal cerita, simbol, angka-angka. Kita diajak menganalisis terkait apa yang diketahui? apa yang ditanyakan?
Dalam menulis pun sama. Seringkali tulisan lahir dari keresahan, pertanyaan, atau konflik. Entah itu internal maupun eksternal.Bahkan esai reflektif sekalipun, biasanya muncul dari satu pertanyaan sederhana, misalnya seperti: "Kenapa ya aku merasa begini?"
Menulis dan matematika sama-sama mengajarkan kita untuk mengurai masalah dengan sabar dan logis. Bukan langsung melompat ke solusi, tapi belajar memahami apa yang sedang terjadi.
2. Keduanya Butuh Kerangka Sebelum Eksekusi
Di matematika, kita butuh kerangka berpikir. Mulai dari langkah-langkah, rumus, urutan logis.
Menulis juga butuh itu. Mau nulis artikel, cerpen, bahkan puisi pun, tetap ada struktur, walau tak selalu terlihat.
Tanpa kerangka, kita bisa nyasar. Kalimat jadi berantakan, ide jadi tumpang tindih. Sama seperti salah urutan langkah di soal, hasil akhirnya bisa kacau, meskipun niatnya benar.
Kerangka itu bukan batasan. Tapi fondasi agar kita bisa eksplorasi dengan arah yang jelas.
3. Keduanya Membuka Banyak Jalan Menuju Hasil
Satu soal matematika bisa dikerjakan lewat berbagai metode. Mulai dari metode substitusi, eliminasi, grafik, atau bahkan intuisi.
Begitu juga menulis. Satu topik bisa ditulis sebagai artikel informatif, kisah personal, thread media sosial, atau bahkan cerpen bertema simbolik
Menulis itu seperti matematika. Hasilnya bisa sama, tapi jalannya bisa berbeda. Yang penting logika tetap utuh, pesan tetap tersampaikan.
4. Keduanya Butuh Konsistensi, Bukan Sekadar Inspirasi
Orang sering mengira yang dibutuhkan untuk menulis adalah mood dan inspirasi. Padahal yang paling dibutuhkan adalah disiplin.
Sama seperti belajar matematika. Kita nggak akan mahir integral kalau cuma paham konsep, tapi malas latihan. Harus ngelatih tangan dan otak, lagi dan lagi sampai terbiasa.
Menulis itu bukan tentang “menunggu mood”, tapi melatih otot berpikir dan kepekaan rasa secara rutin.
Salah? Revisi. Stuck? Istirahat, lalu lanjut.
5. Keduanya Mengajarkan Kita untuk Sabar
Ada saat-saat kita duduk lama menatap soal dan tidak ada ide. Ada pula saat menatap layar kosong, dan satu kalimat pun tak keluar.
Menulis dan matematika mengajarkan kita untuk tidak panik saat stuck. Terkadang, solusi butuh waktu. Bukan karena kita belum mahir, tapi karena kita sedang berproses. Dan proses itu memang tidak selalu instan.
Menulis dan matematika sama-sama mengajarkan bahwa berpikir mendalam butuh waktu dan keberanian untuk tetap duduk di situ.
Pada akhirnya, banyak yang menganggap matematika dan menulis adalah dua dunia yang tak bersentuhan. Tapi bagiku, mereka punya akar yang sama, yaitu kemauan untuk memahami, keberanian untuk mencoba, dan kesabaran untuk menuntaskan.
Kalau kamu punya latar belakang yang terasa “nggak nyambung” dengan apa yang kamu lakukan hari ini, jangan buru-buru menolak. Mungkin, kamu cuma belum sempat melihat jembatan yang menghubungkannya.
Aku menemukannya dalam tulisan. Mungkin kamu juga akan menemukannya di sana.
Posting Komentar