Selain Writer’s Block, Ini 7 Masalah yang Sering Bikin Penulis Gak Produktif!

Table of Contents
ilustrasi writers block penulis (pexels.com/Tara Winstead)
Banyak penulis merasa mandek saat menulis dan langsung menyimpulkan: “Aku lagi kena writer’s block.”

Padahal, writer’s block itu hanyalah puncak gunung es. Masih ada berbagai masalah lain yang lebih halus dan diam-diam menggerogoti semangat menulis. Masalah-masalah ini sering luput dibahas, padahal justru paling sering bikin tulisan gak jadi-jadi.

Kalau kamu merasa tulisanmu seret, gak kelar-kelar, atau bahkan gak pernah mulai—mungkin penyebabnya bukan sekadar writer’s block.

Berikut 7 masalah penulis yang jarang dibahas, tapi sangat umum terjadi dan sering dilupakan.

1. Takut Tulisannya Dinilai Jelek

Ini adalah penghambat yang paling gak kelihatan, tapi sangat kuat. Banyak penulis merasa cemas tulisannya akan dibaca orang lain dan dianggap jelek, dangkal, atau “gak layak”.

Perasaan ini biasanya muncul dari pengalaman buruk. Misalnya pernah dikritik terlalu pedas, tulisan pernah ditolak, atau belum pernah publikasi dan belum punya self trust.

Akibatnya? Kamu terus menunda. Padahal sebenarnya, kamu gak takut nulis—kamu hanya takut dihakimi.

Solusinya bukan jadi lebih hebat dulu, tapi berani menulis meski dengan rasa takut itu tetap ada. Tulis dulu. Bagus atau tidaknya bisa dibenahi nanti.

2. Overthinking Sebelum Mulai

Ini seperti berlari di kepala sendiri sebelum kaki benar-benar bergerak.

Sebelum nulis satu kalimat pun, kamu udah mikir:

“Apa ada yang mau baca ini?”

“Jangan-jangan topiknya gak penting.”

“Nanti aku dikira sotoy.”

Overthinking ini bikin kamu capek duluan. Kamu sibuk mikirin hasil, bukan proses. Padahal tulisan itu harus dimulai, bukan disempurnakan dalam pikiran.

Cobalah mulai tanpa beban. Biarkan tulisan berkembang seiring kamu mengetik, bukan seiring kamu membayangkan.

3. Sering Bandingin Diri Sama Penulis Lain

Kamu buka Instagram atau baca media, lihat karya penulis lain yang kayaknya keren banget. Terstruktur. Gaya bahasanya ciamik. Temanya berani.

Lalu kamu lihat tulisanmu sendiri dan merasa kecil.

Masalahnya bukan pada tulisanmu. Tapi pada kebiasaan membandingkan proses awalmu dengan hasil akhir orang lain. 

Kamu gak tahu mereka sudah latihan berapa tahun, sudah ditolak berapa kali, atau sudah nulis berapa ribu kata sebelum sampai tahap itu.

Daripada membandingkan, coba belajar dari karya mereka. Jadikan inspirasi, bukan beban.

4. Gak Tahu Mau Mulai dari Mana

Sering kali ide sudah ada. Bahkan bisa jadi kamu sudah punya beberapa kalimat di kepala. Tapi begitu duduk dan buka laptop, rasanya blank. Gak tahu harus mulai dari mana.

Ini sering terjadi karena kamu belum punya kebiasaan membuat outline sederhana. Kamu mungkin tahu topiknya, tapi gak tahu struktur atau alur yang ingin ditulis. Tanpa peta, perjalanan tulisan pun jadi tersesat.

Mulailah dengan bertanya:

  • Apa poin utama yang ingin aku sampaikan?
  • Apa 3–5 subpoin pendukungnya?
  • Contoh atau cerita apa yang bisa ditambahkan?

Dengan begitu, kamu punya kerangka. Dan tulisan pun lebih mudah mengalir.

5. Perfeksionisme yang Bikin Macet

Perfeksionisme terdengar keren. Tapi dalam dunia kepenulisan, perfeksionisme sering jadi alasan utama kenapa naskah gak pernah selesai.

Penulis perfeksionis biasanya:

  • Ngetik 1 paragraf, baca ulang, langsung hapus.
  • Nulis 3 kalimat, merasa kurang bagus, ganti lagi.
  • Belum selesai 1 halaman pun, tapi sudah over-edit.

Perfeksionisme membuatmu jadi editor sebelum jadi penulis.

Padahal draf pertama itu memang harus jelek. Itu tugasnya. Tulisan yang rapi dan layak baca selalu hasil dari proses penyuntingan.

6. Kurang Percaya Diri Sama Sudut Pandang Sendiri

Salah satu alasan paling menyedihkan kenapa banyak orang berhenti nulis adalah karena mereka merasa topiknya “udah banyak yang bahas”.

Kalimat kayak gini sering terdengar:

  • “Ah, ini udah mainstream.”
  • “Udah banyak yang lebih jago bahas ini.”
  • “Aku gak punya sesuatu yang unik.”

Padahal, kamu selalu punya ciri khas yang beda. Meski temanya sama, gaya bahasa, pengalaman pribadi, dan cara kamu meramu pesan itu gak akan bisa disalin orang lain.

Percayalah, bukan topiknya yang harus unik, tapi caramu menyampaikannya.

7. Nulis Hanya Kalau Lagi Mood

Ini jebakan paling umum. Banyak penulis nunggu mood, inspirasi, atau ‘feel’ tertentu untuk mulai nulis.

Masalahnya, mood itu gak bisa diatur. Kalau kamu nunggu semangat datang dulu baru mulai nulis, bisa jadi kamu gak akan nulis berbulan-bulan.

Justru, mood sering kali datang setelah kamu mulai menulis.

Coba biasakan diri untuk menulis sedikit demi sedikit meski sedang gak mood. Bahkan 10–15 menit pun cukup. Lama-lama, nulis akan terasa lebih ringan karena jadi kebiasaan, bukan beban.

Jadi, Gimana Dong?

Kamu gak sendiri. Hampir semua penulis—yang baru mulai maupun yang sudah berpengalaman—pernah ngerasain satu atau lebih dari 7 masalah di atas.

Menulis itu bukan soal bakat, tapi soal keberanian untuk tetap duduk dan nulis meski takut, ragu, atau capek.

Mulailah dari sedikit. Satu kalimat pun gak apa-apa. Itu tetap jauh lebih baik daripada gak nulis sama sekali.

Banyak orang berhenti menulis bukan karena gak bisa, tapi karena terlalu keras pada diri sendiri. Terlalu banyak berpikir, terlalu sering menunda, terlalu takut dinilai.

Kalau kamu merasa nulis itu susah, bukan berarti kamu gagal. Itu justru tanda bahwa kamu sedang bertumbuh. Dan itu proses yang wajar. Jadi, mulai lagi hari ini, yuk.

Gak perlu nunggu mood. Gak perlu takut jelek. Yang penting nulis dulu. Sempurnakan nanti. Nah, dari 7 poin di atas, mana yang paling sering kamu alami?

Tulis di komentar ya. Atau bagikan ke teman penulis lain yang lagi butuh dorongan dan motivasi buat mulai menulis lagi.

Moch Abdul Aziz
Moch Abdul Aziz Aktif sharing tips dan motivasi menulis di instagram dan tiktok dengan username @abdulaziz.writer

Posting Komentar