5 Alasan Kerja Remote Bisa Melelahkan bagi Seorang Extrovert

Table of Contents
ilustrasi kerja remote (freepik.com/tirachardz)

Kerja remote sering dianggap sebagai solusi ideal bagi banyak orang. Alasannya karena fleksibel, hemat waktu, dan bebas dari kemacetan. Tapi ternyata, tidak semua orang cocok dengan gaya kerja seperti ini, terutama mereka yang mempunyai kepribadian extrovert.

Bagi extrovert, yang cenderung mendapatkan energi dari interaksi sosial, kerja remote justru bisa terasa sangat melelahkan secara mental. Apalagi pekerjaan remote yang sifatnya fleksibel bisa dari mana saja, kesepian adalah teman utama bagi mereka dan harus siap menerimanya. Berikut 5 alasan kerja remote bisa bikin extrovert merasa lelah berkepanjangan!

1. Minim interaksi langsung membuat energi sosial menurun

ilustrasi penulis mengalami writers block (freepik.com/freepik)
Extrovert membutuhkan waktu untuk ngobrol, berdiskusi santai, atau sekadar bertatap muka agar merasa lebih hidup. Saat kerja remote, interaksi biasanya terbatas pada chat atau meeting virtual yang serba singkat. Tentu saja, kondisi ini yang berlangsung lama dapat membuat extrovert merasa kosong dan kehilangan semangat.

Energi yang biasanya diisi lewat obrolan langsung jadi sulit didapatkan. Karena tuntutan kerja yang fleksibel, orang-orang extrovert jadi merasa kurang produktif jika harus diam di tempat untuk fokus mengerjakan tugas sendirian. Meskipun sangat memungkinkan untuk bertemu atau sesekali mengadakan pertemuan offline, tidak mudah untuk bisa menjadwalkannya kapan saja karena kesibukan rekan kerja bisa berbeda-beda.

2. Lingkungan sepi dapat menurunkan mood dan fokus

penulis merasa bersalah (pexels.com/Gustavo Fring)
Bagi extrovert, suasana yang terlalu tenang justru terasa kaku dan mood bekerja jadi menurun. Ketika kerja sendirian di kamar atau rumah yang sepi, mereka justru jadi kehilangan motivasi. Hal ini dikarenakan mereka justru lebih produktif saat ada orang lain di sekitar atau berada di suasana yang lebih hidup.

Tanpa itu, kerja bisa terasa hambar dan melelahkan untuk si-extrovert. Untuk kamu yang ada di fase ini, cobalah berusaha menemukan cara menarik supaya perasaan lebih baik. Tingkatkan mood dengan cara yang kamu sukai supaya pekerjaan tetap terselesaikan dengan maksimal.

3. Rasa terisolasi dapat memicu overthinking

ilustrasi burnout (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)
Bekerja tanpa interaksi sosial yang cukup dapat membuat extrovert merasa terisolasi. Rasa sepi itu seringkali berubah menjadi overthinking atau merasa kurang dihargai. Misalnya seperti perasaan tidak bisa cocok ketika diskusi dengan tim, atau bahkan mempertanyakan kompetensi diri sendiri.

Ini tidak hanya sekadar menjadikan capek mental, tapi juga bisa menurunkan kepercayaan diri. Ritme yang seperti ini akan mempengaruhi proses bekerja dan menurunkan kualitas jika tidak diatasi dengan serius. Nah, kalau kamu ada di fase seperti ini cobalah untuk berusaha berpikir positif dan memberikan jeda waktu bersenang-senang untuk dapat meningkatkan mood bekerja lagi.

4. Kurangnya aktivitas sosial membuat kehidupan terasa tidak seimbang

ilustrasi penulis mengalami writers block (freepik.com/freepik)
Extrovert biasanya mempunyai kebutuhan tinggi untuk bersosialisasi di luar pekerjaan. Tapi saat bekerja secara remote ternyata terlalu menyita waktu dan tidak diimbangi aktivitas sosial, mereka bisa merasa hidupnya hambar. Saat satu sisi kepribadian ini tidak terpenuhi dengan baik, kelelahan emosional jadi lebih mudah muncul.

Manfaatkan waktu di akhir pekan untuk mengobrol dan bertemu teman-teman sefrekuensi. Kamu bisa sejenak melupakan pekerjaan yang cukup melelahkan itu untuk mengisi energi sosial sebelum bertemu hari esok. Jika memang tidak memungkinkan, coba sesekali memilih bekerja di tempat baru yang mempertemukanmu dengan orang-orang produktif lainnya, misalnya seperti cafe ataupun perpustakaan kota.

5. Tidak ada batasan jelas antara bekerja dan liburan

ilustrasi seorang web developer (freepik.com)
Bagi seorang extrovert, bekerja di kantor juga jadi momen bersosialisasi dan hiburan tersendiri. Tapi, dalam remote working, semuanya berlangsung di satu tempat atau justru bebas memilih bekerja dari mana saja. Akibatnya, pekerjaan terasa monoton dan melelahkan karena tidak ada transisi yang menyenangkan dari satu aktivitas ke aktivitas lain.

Hal ini mengakibatkan hari-hari terasa datar dan jauh dari kata menyegarkan. Penting untuk mempertimbangkan kapan waktunya beristirahat di sela-sela kesibukan tersebut. Seringkali, karena tidak ada aturan khusus jam kerja, remote worker jadi lupa waktu untuk mengapresiasi dirinya sendiri.

Bukan berarti extrovert tidak bisa sukses di dunia kerja remote. Tapi penting untuk mengenali tantangan unik yang harus siap dihadapi, terutama perihal kebutuhan sosial yang lebih tinggi. Nah, dengan memahami dan menyesuaikan gaya bekerja, extrovert tetap bisa produktif tanpa kehilangan jati diri dan energinya. Jadi, apakah kamu sudah siap bekerja secara remote meski seorang extrovert?

Moch Abdul Aziz
Moch Abdul Aziz Aktif sharing tips dan motivasi menulis di instagram dan tiktok dengan username @abdulaziz.writer

Posting Komentar