Beli Motor Cash Setelah Wisuda, Bukan Maksa dan Itu Sangat Mungkin
![]() |
ilustrasi seseorang membawa uang (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com) |
Apalagi saat itu, posisi saya masih bekerja sebagai freelance writer di berbagai media dan mengembangkan usaha sendiri, belum kerja kantoran yang menurut orang-orang seharusnya akan lebih keren. Namun, yang menarik perhatian adalah cara saya membeli sepeda motornya. Yaitu dengan cara tunai, bukan kredit.
Reaksi tetangga dan saudara sungguh beragam. Ada yang mengira saya mendapat uang berlebih dari pekerjaan formal. Ada pula yang menganggap bahwa motor itu pasti hadiah keluarga atau hasil undian. Padahal, sejak masih kuliah saya sebenarnya sudah menabung sedikit demi sedikit dari hasil menulis dan mengelola konten secara freelance.
Bagi banyak orang, punya motor cash setelah wisuda terasa seperti hal yang mustahil. Terkesan seperti sesuatu yang hanya bisa dicapai oleh mereka yang beruntung atau punya privilege. Biasanya, setelah wisuda orang-orang kejar-kejaran mencari kerja, bukan berambisi membeli sepeda motor yang kesannya tanpa aba-aba.
Padahal di baliknya terdapat proses panjang saya memulai dengan alat seadanya, menyisihkan setiap rupiah, dan membangun mimpi dari hal kecil yang tak pernah tampak di permukaan.
Mulainya Bukan Setelah Wisuda, Tapi Sejak Sekolah
Saya tak menunggu ijazah dari wisuda S1 untuk mulai bekerja. Justru sejak semester dua, bahkan SMA saya sudah sibuk menulis di platform online dan menjadi affiliator buku, atau apapun yang bisa dikerjakan sebagai sambilan dan menghasilkan. Alat utama, awalnya berawal dari HP bekas seharga Rp150.000. Kualitasnya standar, memorinya sempit, tapi cukup untuk mengetik dan riset.
Saat teman-teman sibuk mengerjakan tugas kampus, saya menyibukkan diri dengan mempelajari dan mengirimkan tulisan-tulisan ringan. Bayaran pertama mungkin hanya puluhan ribu, tapi bukan itu poinnya. Proses itulah yang membuat saya belajar manajemen waktu, mencari klien, dan merasakan pahit-manisnya deadline.
Pelan‑pelan, satu tulisan berubah menjadi dua, lalu empat, hingga saya punya klien tetap dan aliran fee yang mulai stabil. Semua dilakukan di sela waktu kuliah. Saya melakukan ini bukan karena ingin pamer produktif, tapi karena saya ingin modal dan kehidupan lebih baik untuk langkah selanjutnya.
Saya sadar sebagai salah satu mahasiswa penerima beasiswa KIP-K, seharusnya bisa memaksimalkan waktu kuliah dengan lebih baik tanpa mengorbankan pendidikan, tapi juga tetap menghasilkan pemasukan tambahan, tanpa menunggu kiriman orang tua setiap bulannya.
Menabung Itu Bukan Soal Banyak, Melainkan Rutin
Freelance sering diidentikkan dengan gaji yang tidak menentu, dan benar, saat tertentu pendapatan dari fee memang menipis. Namun justru dari ketidakpastian itu saya belajar tentang disiplin dalam menata keuangan. Setiap kali dapat uang, saya bagi menjadi tiga bagian kebutuhan. Yaitu harian, jajan ringan, dan tabungan ataupun investasi mulai dari buku, ilmu, ataupun dalam bentuk lainnya.
Tabungan itu bukan langsung besar, tapi tumbuh perlahan. Sebagai mahasiswa, saya tahu motor bukan barang mewah, melainkan alat penting. Maka saya tahan godaan membeli hal-hal tak perlu dan lebih fokus menabung dan belajar meningkatkan kualitas diri. Teman saya sering menunda menabung sampai gajian pertama, sementara saya sudah mulai jauh sebelum dinyatakan sebagai seorang sarjana.
Di era cicilan instan, banyak yang tergoda mengambil motor kredit meski belum ada rencana matang. Saya memilih berbeda, yaitu dengan menabung dalam senyap, lalu ketika jumlahnya cukup, baru eksekusi. Alhamdulillah, akhirnya motor berhasil dimiliki tanpa beban cicilan setiap bulan, saya bersyukur karena pikiran terasa lebih tenang dan mengerjakan apapun terasa lebih nyaman.
Saya tidak bermaksud untuk teman-teman pembaca mengikuti apa yang saya tulis. Semua kembali ke preferensi masing-masing. Memilih kredit atau cash tidak ada yang salah. Yang penting tahu tujuan dan tidak merasa terbebani. Karena tentu saja tiap orang punya pilihan terbaiknya masing-masing.
Motor Cash Itu Bukan Karena Sekadar Hoki, Melainkan Karena Sabar
Sabar sering dianggap kata klise. Padahal, proses sabar itulah yang paling mendewasakan. Pada hari saya menandatangani bukti serah terima pembayaran motor, bukan hanya ada rasa bahagia, tetapi juga lega karena perjalanan panjang itu terbayar.
Beli motor cash mengajarkan saya tentang berbagai hal penting. Salah satunya tentang efektivitas melewati langkah kecil dengan sabar sering kali lebih memuaskan daripada langkah cepat yang nantinya justru menjadi beban. Sementara teman-teman membagi pendapatan untuk cicilan, saya bisa langsung menggunakan motor tanpa hitung‑hitung bulan depan.
Momen itu tidak saya umbar di media sosial. Saya biarkan motor itu menjadi cerita sendiri. Bahwa kerja yang terlihat sepele dan kecil, asalkan mau konsisten dan sabar menunggu akan bertemu hasilnya sendiri di kemudian hari.
Kadang, publikasi paling kuat adalah hasil nyata, bukan unggahan di berbagai media sosial. Namun, karena saya juga content creator di instagram, pada beberapa bulan kemudian tetap membagikan rasa syukur ini dalam bentuk motivasi yang saya harap dapat menginspirasi.
Kerja Tak Harus Kantoran, Pencapaian Tak Harus Diumumkan
Bekerja dari rumah masih dipandang sebelah mata. Banyak yang beranggapan kalau tak ada ID card, tak ada kantor, maka tak ada profesi. Padahal setiap hari, pekerjaan remote menuntut disiplin ganda. Mulai dari mengatur waktu, melawan rasa malas, dan memenuhi harapan klien tanpa pengawasan langsung.
Motor itu saya beli berkat kerja yang tak kasat mata. Menulis, mengedit naskah dan posting konten secara konsisten, seringkali overthinking dengan masa depan hingga larut malam.
Tapi saya memilih untuk tidak merayakannya secara heboh. Bantahan terbaik adalah menunjukkan konsistensi. Saya memilih untuk terus berdoa dan berkarya, terus menabung, dan terus percaya pada prosesnya.
Jadi, bagi siapa pun yang masih ragu memulai dari jalur tak umum, ingatlah bahwa pencapaian bukan soal seberapa banyak kata pujian yang didapat, tapi seberapa tenang hati saat memetik hasil dari kerja sendiri.
Dan suatu hari nanti, saat rekan-rekan lain masih sibuk menanti slip gaji dari pekerjaan yang terlihat resmi, mungkin kamu sudah siap jalan-jalan naik motor hasil kerja diam-diam yang diperjuangkan jauh-jauh hari.
![]() |
foto setelah serah terima sepeda motor bersama petugas dealer (dok.pribadi/Moch Abdul Aziz) |
Menulis, handle project kepenulisan di komunitas menulis ufuk literasi, dan kembali aktif sebagai content creator juga blogger di blog pribadi ini. Saya juga masih terus belajar dan mencari peluang lain, saya rasa sepeda motor yang dibeli tetap bermanfaat kalau saya ingin pergi ke mana saja untuk berbagai urusan.
Jadi, tidak ada yang sia-sia kalau sudah merencanakannya dengan sebaik-baiknya. Yang penting terus berdoa yang terbaik, dan menyusun strategi dengan mantap. Karena kalau kita menjalaninya tanpa ada strategi sama sekali, rasanya akan sangat membingungkan diri sendiri.
Posting Komentar