6 Realita yang Bikin Kerja Remote Nggak Semudah Kelihatannya
Table of Contents
![]() |
| ilustrasi seseorang bekerja secara remote (pexels.com/Pavel Danilyuk) |
Mulai dari kendala jaringan internet hingga sulitnya membedakan waktu kerja dan istirahat. Meski menawarkan kemudahan dan kebebasan, bekerja jarak jauh tetap menuntut kedisiplinan dan manajemen waktu yang baik.
Nah, kalau kamu baru ingin mencoba dunia kerja remote, berikut enam realita penting yang perlu kamu tahu agar tidak kaget di tengah jalan. Semoga bisa jadi bekal sebelum benar-benar terjun, ya!
Bekerja secara remote artinya harus siap konsisten dan tidak bisa hanya bergantung pada suasana hati yang baik. Inilah sebabnya banyak pekerja remote yang akhirnya memilih berhenti dan mencari pekerjaan yang sistemnya lebih jelas.
Orang-orang yang bekerja secara remote seringkali merasa terlalu fleksibel, jadi bebas melakukan pekerjaannya kapan saja dan di mana saja. Sayangnya, hal ini bisa berakibat pada kesulitan dalam membedakan antara waktu kerja dan kapan untuk istirahat.
Minimnya komunikasi dan interaksi secara langsung membuat banyak pekerja remote harus terbiasa dengan rasa kesepian. Karena interaksi hanya terjadi secara daring, mereka pun cenderung memilih tempat yang sepi dan tenang agar bisa tetap fokus.
Diskusi dan percakapan secara online memang terkesan mudah dan efisien. Apalagi bagi mereka yang ingin lebih produktif dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Di awal bekerja secara remote mungkin bagi sebagian orang merasa tidak biasa. Karena harus terikat dengan jaringan internet agar bisa bekerja dan menyelesaikan setiap tugas-tugasnya.
Bekerja jarak jauh sudah menjadi pilihan populer bagi karyawan di berbagai industri. Namun, ada banyak dari mereka yang justru kesulitan beradaptasi dengan baik.
1. Disiplin waktu jadi ujian terberat
![]() |
| ilustrasi seorang writerpreneur (pexels.com/Gustavo Fring) |
Kepastian terkait gaji dan keterikatan waktu yang lebih teratur jadi salah satu alasannya. Karena sifatnya fleksibel, pekerja remote juga harus siap kapan saja ketika dibutuhkan untuk hadir atau siaga di depan laptop maupun gadget.
Tidak lain karena adanya diskusi dan meeting yang sering kali berlangsung secara mendadak. Disiplin akan terasa sulit jika tidak terbiasa beradaptasi sejak awal bekerja secara remote.
2. Kesulitan membedakan antara waktu kerja dan istirahat
![]() |
| ilustrasi perempuan terkejut (pexels.com/Liza Summer) |
Padahal, istirahat bukanlah musuh dari produktivitas, justru waktu istirahat adalah bagian penting bagi kesejahteraan secara keseluruhan termasuk kesehatan dalam bekerja secara remote. Pekerjaan remote yang terkesan menyenangkan, jadi tidak efektif jika melupakan waktu yang tepat untuk istirahat.
Misalnya ada beberapa client dari luar negeri yang memang berbeda jam bekerja. Tidak jarang bagi beberapa pekerja remote harus begadang dalam menyelesaikan tugas-tugas mendekati deadline. Tidak ingat jika sejak pagi dirinya sudah bekerja karena menyelesaikan pekerjaan yang lainnya.
3. Kesepian menjadi musuh yang tak terduga
![]() |
| ilustrasi introvert membaca buku (pexels.com/cottonbro studio) |
Ketenangan itu memang penting, namun rasa kesepian seringkali terasa sangat membosankan. Di satu sisi, terasa tenang dan menyenangkan.
Namun, jangan lupa bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa terus menerus bekerja sendirian. Oleh karena itu, penting untuk sesekali menjadwalkan waktu keluar rumah dan bertemu dengan orang lain agar tetap sehat secara mental meskipun bekerja dari jarak jauh.
4. Komunikasi online tidak selalu efektif
![]() |
| ilustrasi hrd sedang melakukan pengecekan data (pixabay.com/lukasbieri) |
Namun, realitanya bekerja secara remote dan memaksa untuk berkomunikasi secara online tidak selalu efektif. Bekerja jarak jauh dapat mengganggu cara kita berkomunikasi secara alami. Misalnya seperti ketika berkirim pesan, tidak semua orang mampu menulis dengan jelas atau menyampaikan emosi dengan tepat.
Ada beberapa dari mereka yang tidak terbiasa menggunakan emoji atau menuliskan pesan secara rapi. Hal ini jika tidak disadari justru membuat diskusi terkesan kurang menyenangkan dan berakibat pada renggangnya hubungan antar tim.
5. Koneksi internet jadi penentu nasib dan penghasilan
![]() |
| ilustrasi website jual beli online (pexels.com/Nataliya Vaitkevich) |
Hal ini bisa jadi kendala untuk mereka yang tinggal di daerah dengan jaringan internet kurang maksimal. Misalnya di beberapa daerah pelosok, mau tidak mau mereka harus sedikit effort ke tempat lain untuk mendapatkan akses internet yang memadai.
Apalagi, ketika di awal belum mempunyai modal cukup untuk memasang wifi atau membeli konektivitas yang lebih berkualitas. Jika harus work from cafe tentu membutuhkan pengeluaran yang bisa terkesan tidak worth it apabila terus menerus dilakukan tanpa jadwal efektif.
6. Sulit menjelaskan ke orang sekitar kalau sedang bekerja
![]() |
| ilustrasi seseorang membawa uang (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com) |
Bukan karena faktor internal di dalam industri yang ditekuni, namun justru ketidaknyamanan itu datang dari faktor eksternal. Tidak lain adalah dari keluarga dan orang-orang terdekat yang seringkali menganggap pekerjaan remote tidak memberikan jaminan kepastian masa depan.
Kesulitan dalam menjelaskan dan berujung dihakimi tanpa solusi, membuat para pekerja remote merasa tertekan. Apalagi jika di lingkungan tersebut sangat minim yang bekerja secara jarak jauh, rasanya seperti memilih jalur berbeda yang tidak meyakinkan.
Kerja remote memang tampak ideal, menyenangkan dan sering diagung-agungkan di media sosial. Namun, realitanya tidak selalu semudah itu. Semua tantangan di atas menuntut kedisiplinan tinggi, kemampuan komunikasi yang matang, serta mental yang kuat untuk tetap produktif di sistem kerja seperti ini. Jadi, apakah kamu makin yakin untuk memilih bekerja secara remote?







Posting Komentar