Bisakah Menulis jadi Pekerjaan Utama? Ini Realitas yang Jarang Dibahas!
![]() |
| ilustrasi seorang penulis yang ingin menghasilkan uang (pexels.com/Nataliya Vaitkevich) |
Kita semua ingin tahu apakah hobi yang kita cintai benar-benar bisa dijadikan jalan hidup. Refleksi ini adalah jawabanku berdasarkan pengalaman pribadi membangun perjalanan menulis dari nol. Sebenarnya juga terinspirasi dari diskusi salah satu pertanyaan Kelas Menulis Tigapuluh Hari Ufuk Literasi, hehe.
1. Tidak Ada Jawaban Mutlak: Menulis Bisa Utama, Bisa Sampingan
Pertanyaan tentang apakah menulis sebaiknya dijadikan pekerjaan utama atau sampingan sebenarnya tidak punya jawaban yang pasti. Setiap orang punya kebutuhan, ritme, dan tujuan hidup yang berbeda.
Menjadikan menulis sebagai sumber penghasilan utama itu mungkin jika kamu merasa mampu konsisten dan terus mengembangkan diri. Banyak penulis bisa bertahan karena mereka melihat menulis sebagai keahlian yang bisa diperluas, bukan sekadar hobi.
Jika kamu lebih nyaman menjadikannya sampingan, itu juga keputusan yang valid dan tidak ada salahnya. Karena memang tidak ada aturan bahwa pekerjaan utama harus selalu lebih besar penghasilannya daripada hobi yang dibayar.
2. Menulis Tidak Harus Berdiri Sendiri
Menulis sering kali menjadi fondasi untuk banyak pekerjaan kreatif lain. Dari menulis artikel, kamu bisa masuk ke dunia pendidikan, penerbitan buku, pembuatan konten, hingga pengelolaan komunitas.
Ekosistem menulis justru berkembang ketika kamu menggabungkannya dengan hal lain. Menulis itu fleksibel, jadi tidak harus dibatasi pada satu jalur saja.
3. Lingkungan Tidak Selalu Mengerti Cara Kita Bekerja
Banyak orang di sekitar belum familiar dengan pekerjaan remote, apalagi yang basisnya menulis. Mereka hanya melihat apa yang tampak di luar, bukan proses yang kamu lakukan di dalam rumah.
Aku pun sering dianggap tidak bekerja hanya karena tidak terlihat keluar setiap harinya. Padahal justru banyak pekerjaan yang selesai ketika aku diam di rumah tanpa suara atau pergi ke tempat yang aku sukai untuk menyelesaikan project yang ada.
Komentar semacam itu datang karena ketidaktahuan, bukan karena pekerjaan kita tidak berharga. Lama-lama aku belajar bahwa pekerjaan tidak selalu perlu dipertontonkan agar dianggap nyata.
4. Perjalanan Menulis Tidak Instan dan Tidak Selalu Mulus
Perjalanan mendirikan Ufuk Literasi menjadi bukti bahwa tidak ada hal besar yang terjadi dalam semalam. Aku memulai semuanya sendirian, sempat stagnan, dan sempat ragu apakah komunitas ini akan bertahan.
Pandemi membuat situasi semakin tidak pasti, tetapi justru dari situ aku memahami bahwa fokus kita harus pada hal-hal yang bisa diusahakan. Dukungan pemerintah atau lingkungan memang tidak selalu datang, tetapi hasil kecil yang konsisten akhirnya menunjukkan arah.
Tinggal di desa dan tidak banyak dikenal, tidak menghalangiku untuk berkarya. Justru dari menulis, aku bisa bertemu orang hebat, berkolaborasi, dan membantu penulis lain berkembang.
5. Hasil Akan Datang Ketika Waktunya Tepat
Aku tidak pernah menyangka bisa menerbitkan buku yang terjual puluhan eksemplar atau menjalankan kelas menulis batch demi batch. Hal-hal seperti itu tidak direncanakan, tetapi muncul setelah sekian lama mengusahakan hal kecil setiap hari.
Setiap usaha pada akhirnya menemukan jalannya sendiri. Kita hanya perlu terus berjalan dan percaya pada prosesnya.
Memang tidak mudah, tapi begitulah tantangan yang justru membuat kita makin semangat untuk terus mengusahakannya. Dan, realita yang ada bisa membuat kita lebih banyak belajar hal baru lainnya, yang kalau dipikir-pikir itu semua bukan hanya karena kebetulan.
6. Fokus Pada Apa yang Bisa Kamu Kerjakan Hari Ini
Kita tidak tahu apa yang menunggu di masa depan, tetapi kita selalu punya kendali atas apa yang bisa dikerjakan hari ini. Langkah kecil hari ini jauh lebih berarti daripada rencana besar yang tidak dijalankan.
Menulis bisa menjadi utama atau sampingan, dan keduanya tidak ada yang lebih benar. Kamu hanya perlu memahami dirimu sendiri dan menentukan ritme yang paling membuatmu bertumbuh.
Pada akhirnya, setiap perjalanan menulis itu unik dan tidak bisa dibandingkan satu sama lain. Pilihan mana yang tepat akan muncul bersamaan dengan pengalaman, eksperimen, dan keberanian mengambil juga mengusahakan hal-hal sederhana setiap hari.
Jika menulis membuatmu merasa hidup, teruskan tanpa ragu. Jalanmu mungkin berbeda dari orang lain, tetapi ketika waktunya tepat, semua proses yang kamu jalani hari ini akan menemukan maknanya sendiri. Nah, kalau kamu sudah menulis sampai sejauh mana, nih?

Apa yang kakak jabarkan tadi secara tersurat sangat jelas menggambarkan realitas naik turunnya perjalanan seorang penulis. Aku nggak mau munafik juga sih kak, siapa sih di dunia ini yang nggak butuh uang? Tetapi, menulis menurutku punya tujuan yang lebih mulia dari sekadar mata pencaharian.
Ia mengajari kita untuk selalu berpikir kritis ketika melihat suatu hal, menganalisa sebuah fenomena dengan keharusan objektif itu nggak mudah. Lalu menulis juga sebagai tempat kita mencurahkan segala isi kepala, melatih kita untuk kreatif dan berempati.
Bahkan ada yang mengatakan bahwa menulis bisa mengurangi tingkat kecemasan kita juga. Jadi, aku rasa menulis itu punya misi mulia yang jarang disadari sih. Kurasa jika kita fokuskan untuk belajar dan mengembangkan tulisan kita, niscaya popularitas dan uang akan datang dengan sendirinya, meski harus pakai strategi juga kan?
Terimakasih telah membaca tulisan antah berantah ku ini.
Semoga ke depannya Ufuk Literasi semakin banyak dikenal dan menjadi wadah tepat untuk diskusi tentang literasi. Semoga Allah mudahkan dalam setiap langkah serta berkah dunia dan akhirat ✨️
Sebelum ikut kelas kak Aziz, aku pribadi tidak terlalu fokus ke menulis aja. Lebih tepatnya ke produk digital. Karena membuat produk digital tetap membutuhkan kemampuan menulis, baik untuk promosi ataupun membuat konsep produk digital itu sendiri. Bahkan, untuk melanjutkan resume kelas-kelas pun tertunda karena aku nggak menemukan interest lagi. Awal dimulainya yaa karena pertanyaan dari orang lain perihal 'kesibukan' aku sekarang dan juga orang tua yang tidak pernah mau menceritakan kegiatan dan kesibukan yang sedang aku usahakan di rumah. Nggak punya support system untuk full menulis atau bahkan menjadikan menulis itu hobi yang menghasilkan walopun hanya untuk sampingan. Tapi, bukankah pilihan semuanya tetap ada di aku pribadi? Bukan di tangan mereka yang hanya sekedar menanyakan tentang kabar dan 'kesibukan' aku hanya untuk sekadar memuaskan kekepoan mereka aja? Masa depan karir dan segala hal yang mau aku usahakan tetaplah aku yang pegang bukan? Aku baca tulisan kak Aziz di atas itu, langsung keinget sama semua impian aku pas sekolah dulu. Pengen jadi penulis sekaligus pinter public speaking. Bahkan ketakutan buat ngomong di depan as moderator ataupun mc salah satu yang aku lawan dari dulu, karena dari sana aku dapat semangat buat share ilmu dan menuangkannya ke tulisan juga. Keinget juga usaha aku pas nekad daftar jadi jurnalis sekolah. Daftar jadi keanggotan di rohis kabupaten. Segala impian yang aku lupakan karena banyak menerima komentar orang lain tentang hidup aku. Semangat itu yang muncul ketika aku baca artikel kak Aziz ini. Thank you, kak.
Jujur, ini sangat related dengan motivasi atau mimpi saya di dunia kepenulisan. Sejauh ini, saya punya cita-cita untuk menjadi penulis. Dan itu harus menjadi pekerjaan utama. Saya orangnya suka dengan kebebasan, tidak mau bekerja seperti orang kantoran yang setiap harinya riweh dengan berkas-berkas. Dan menulis adalah profesi yang cenderung bebas, kita hanya dikejar deadline, selebihnya bisa jalan-jalan sambil mencari inspirasi.
Tapi menyinggung soal masa depan penulis di Negeri ini. Emm, saya cukup ragu. Ya, seperti yang sudah dibahas di artikel ini dan beberapa konten yang pernah saya tonton. Intinya, menulis sebaiknya jangan dijadikan profesi utama, dan tak lebih dari hobi.
Tetapi saya punya sebuah pemikiran seperti ini. Toh, menulis bisa dijadikan sebagai sumber penghasilan yang juga menjelma sebagai pijakan untuk membangun bisnis ataupun berinvestasi. Bayangkan saja, penghasilan yang didapatkan dari menulis, kita kelola dengan bijak tentu ada potensi besar untuk membangun cabang bisnis. Bukan hanya habis untuk self-reward ala Gen Z, eghh!
Tapi.. Ah banyak tapinya. Kita harus realistis. Jangan lupakan soal itu. Perjalanan seorang penulis itu tidak gampang bahkan ketika tujuannya untuk meraih penghasilan. Apalagi kalau baru terjun. Jangan berekspektasi tinggi. Memang menghasilkan uang dari menulis bukan hal yang salah, tapi kalau tujuannya untuk memberikan manfaat, maka uang akan datang sebagai bonus.
Jadi, saya menyimpulkan bahwa, sebaiknya menulis itu menjadi sebuah kebiasaan baik untuk menebar kebermanfaatan. Lagipula, menurut penelitian, menulis bisa menyehatkan jiwa dan katanya bikin awet muda. Menarik, kan?.. Cmiww!
Ka Aziz juga menjelaskan bahwa tidak ada jawaban pasti akan hal tersebut, semua tergantung pada tujuan dan kemampuan masing-masing.
Saya sangat setuju bahwa menulis bisa menjadi jalan hidup ketika kita konsisten mengembangkan diri dan memahami prosesnya, bukan sekadar mengejar hasil cepat.
Saat kita menjadikan menulis sebagai pekerjaan utama atau sampingan sepantasnya disesuaikan dengan kondisi dan ritme masing-masing tanpa merasa terbebani oleh aturan orang lain.