Bisakah Menulis jadi Pekerjaan Utama? Ini Realitas yang Jarang Dibahas!

Table of Contents
ilustrasi seorang penulis yang ingin menghasilkan uang
ilustrasi seorang penulis yang ingin menghasilkan uang (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)
Pertanyaan tentang menjadikan menulis sebagai pekerjaan utama atau sampingan adalah kegelisahan banyak penulis, termasuk aku di masa awal memulai dahulu. Menulis memang menyenangkan, tetapi ketika menyentuh urusan penghasilan, semuanya jadi terasa lebih serius dan penuh pertimbangan.

Kita semua ingin tahu apakah hobi yang kita cintai benar-benar bisa dijadikan jalan hidup. Refleksi ini adalah jawabanku berdasarkan pengalaman pribadi membangun perjalanan menulis dari nol. Sebenarnya juga terinspirasi dari diskusi salah satu pertanyaan Kelas Menulis Tigapuluh Hari Ufuk Literasi, hehe.

1. Tidak Ada Jawaban Mutlak: Menulis Bisa Utama, Bisa Sampingan

Pertanyaan tentang apakah menulis sebaiknya dijadikan pekerjaan utama atau sampingan sebenarnya tidak punya jawaban yang pasti. Setiap orang punya kebutuhan, ritme, dan tujuan hidup yang berbeda.

Menjadikan menulis sebagai sumber penghasilan utama itu mungkin jika kamu merasa mampu konsisten dan terus mengembangkan diri. Banyak penulis bisa bertahan karena mereka melihat menulis sebagai keahlian yang bisa diperluas, bukan sekadar hobi.

Jika kamu lebih nyaman menjadikannya sampingan, itu juga keputusan yang valid dan tidak ada salahnya. Karena memang tidak ada aturan bahwa pekerjaan utama harus selalu lebih besar penghasilannya daripada hobi yang dibayar.

2. Menulis Tidak Harus Berdiri Sendiri

Menulis sering kali menjadi fondasi untuk banyak pekerjaan kreatif lain. Dari menulis artikel, kamu bisa masuk ke dunia pendidikan, penerbitan buku, pembuatan konten, hingga pengelolaan komunitas.

Ekosistem menulis justru berkembang ketika kamu menggabungkannya dengan hal lain. Menulis itu fleksibel, jadi tidak harus dibatasi pada satu jalur saja.

3. Lingkungan Tidak Selalu Mengerti Cara Kita Bekerja

Banyak orang di sekitar belum familiar dengan pekerjaan remote, apalagi yang basisnya menulis. Mereka hanya melihat apa yang tampak di luar, bukan proses yang kamu lakukan di dalam rumah.

Aku pun sering dianggap tidak bekerja hanya karena tidak terlihat keluar setiap harinya. Padahal justru banyak pekerjaan yang selesai ketika aku diam di rumah tanpa suara atau pergi ke tempat yang aku sukai untuk menyelesaikan project yang ada.

Komentar semacam itu datang karena ketidaktahuan, bukan karena pekerjaan kita tidak berharga. Lama-lama aku belajar bahwa pekerjaan tidak selalu perlu dipertontonkan agar dianggap nyata.

4. Perjalanan Menulis Tidak Instan dan Tidak Selalu Mulus

Perjalanan mendirikan Ufuk Literasi menjadi bukti bahwa tidak ada hal besar yang terjadi dalam semalam. Aku memulai semuanya sendirian, sempat stagnan, dan sempat ragu apakah komunitas ini akan bertahan.

Pandemi membuat situasi semakin tidak pasti, tetapi justru dari situ aku memahami bahwa fokus kita harus pada hal-hal yang bisa diusahakan. Dukungan pemerintah atau lingkungan memang tidak selalu datang, tetapi hasil kecil yang konsisten akhirnya menunjukkan arah.

Tinggal di desa dan tidak banyak dikenal, tidak menghalangiku untuk berkarya. Justru dari menulis, aku bisa bertemu orang hebat, berkolaborasi, dan membantu penulis lain berkembang.

5. Hasil Akan Datang Ketika Waktunya Tepat

Aku tidak pernah menyangka bisa menerbitkan buku yang terjual puluhan eksemplar atau menjalankan kelas menulis batch demi batch. Hal-hal seperti itu tidak direncanakan, tetapi muncul setelah sekian lama mengusahakan hal kecil setiap hari.

Setiap usaha pada akhirnya menemukan jalannya sendiri. Kita hanya perlu terus berjalan dan percaya pada prosesnya.

Memang tidak mudah, tapi begitulah tantangan yang justru membuat kita makin semangat untuk terus mengusahakannya. Dan, realita yang ada bisa membuat kita lebih banyak belajar hal baru lainnya, yang kalau dipikir-pikir itu semua bukan hanya karena kebetulan.

6. Fokus Pada Apa yang Bisa Kamu Kerjakan Hari Ini

Kita tidak tahu apa yang menunggu di masa depan, tetapi kita selalu punya kendali atas apa yang bisa dikerjakan hari ini. Langkah kecil hari ini jauh lebih berarti daripada rencana besar yang tidak dijalankan.

Menulis bisa menjadi utama atau sampingan, dan keduanya tidak ada yang lebih benar. Kamu hanya perlu memahami dirimu sendiri dan menentukan ritme yang paling membuatmu bertumbuh.

Pada akhirnya, setiap perjalanan menulis itu unik dan tidak bisa dibandingkan satu sama lain. Pilihan mana yang tepat akan muncul bersamaan dengan pengalaman, eksperimen, dan keberanian mengambil juga mengusahakan hal-hal sederhana setiap hari.

Jika menulis membuatmu merasa hidup, teruskan tanpa ragu. Jalanmu mungkin berbeda dari orang lain, tetapi ketika waktunya tepat, semua proses yang kamu jalani hari ini akan menemukan maknanya sendiri. Nah, kalau kamu sudah menulis sampai sejauh mana, nih?

Moch Abdul Aziz
Moch Abdul Aziz Aktif sharing tips dan motivasi menulis di instagram dan tiktok dengan username @abdulaziz.writer

25 komentar

Silakan berkomentar dengan sopan, boleh bertanya juga ataupun request tulisan selanjutnya!
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 08.54 Delete
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 09.07 Delete
Wah, perspektif yang meneduhkan sekali, kak. Suka sama pandangan kak Aziz untuk menanggapi realitas sosial yang terjadi. Sebelumnya, terima kasih banyak ya kak Aziz sudah membahas tentang hal ini. Jujur, saya tidak mengekspektasikan apa pun karena pada dasarnya diskusi kemarin di grup soal menulis itu pekerjaan utama atau sampingan ternyata membuka mataku soal lingkungan tidak selalu memahami apa yang sedang kita usahakan saat ini. Other than that, tulisan ini tersebut juga membuat saya lebih berani berdamai bahwa apa pun posisinya saat ini, tetaplah proses yang layak untuk diperjuangkan. Yang penting, kita terus melangkah, belajar konsisten, dan menemukan makna dari apa yang kita kerjakan, tanpa harus selalu mencari validasi dari luar.
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 09.11 Delete
Tulisan ini sangat relevan dengan kondisi penulis saat ini. Menulis memang bisa menjadi pekerjaan utama, tetapi tidak selalu harus dimulai dari sana. Artikel ini mengingatkan bahwa proses menulis membutuhkan waktu, konsistensi, dan kesabaran. Yang terpenting bukan status pekerjaannya, melainkan kesungguhan dalam menjalaninya.
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 09.29 Delete
Saya kagum dengan Kak Aziz karena tulisan-tulisannya jujur dan asli. Hal ini yang membuat orang banyak terinspirasi dan membantu penulis lain untuk tetap bertahan atau semakin bersemangat. Pengalamannya dalam mendirikan komunitas Ufuk Literasi patut disimak. Begitu juga perjuangannya menembus IdnTimes sangat mengharukan. Keteguhannya di dunia literasi akhirnya mendulang keberhasilan demi keberhasilan di banyak peluang. Mantap. Selamat, Kak! 🌟💫
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 10.01 Delete
First of all, aku mau mengucapkan terima kasih banyak untuk Kak Aziz sebagai pemateri dan sudah menyampaikan banyak hal yang sangat bermanfaat. Sampai di materi kelima ini, ada banyak hal yang bisa diambil manfaatnya, melalui diskusi dengan seluruh peserta, membuat aku bisa mengambil banyak perspektif. Bagaimana para peserta diajarkan untuk menghargai prosesnya, bukan hanya terpaku pada hasil. Meskipun belum terlihat hasilnya, yang terpenting fokus pada upgrade kapasitas dan kualitas tulisan. Tak kalah penting harus konsisten. Kita juga harus bisa fokus pada hal-hal yang mampu kita kendalikan, bukan fokus pada perspektif orang lain yang mungkin belum memahami apa yang terjadi pada kita.
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 10.19 Delete
Masyallah keren sekali artikel yang dibahas, apalagi banyak yang bilang menulis dianggap remeh tanpa melihat proses itu berlangsung. Apalagi kadang mereka hanya melihat menulis hanya satu sisi saja tanpa berpikir yang panjang, tetapi apabila ditekuni dengan jenis tulisan yang disukai pastinya nantinya akan menjadikan hal itu hal yang bermakna di suatu saat nanti.
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 11.51 Delete
Terimakasih banyak ya kak Aziz atas pencerahannya. Mengaitkan hobi dengan problem fundamental semua orang-yaitu uang, emang nggak mudah. Terlebih menulis ini memang seringkali mendapat stigma yang kurang layak sebagai sebuah profesi di mata khalayak.

Apa yang kakak jabarkan tadi secara tersurat sangat jelas menggambarkan realitas naik turunnya perjalanan seorang penulis. Aku nggak mau munafik juga sih kak, siapa sih di dunia ini yang nggak butuh uang? Tetapi, menulis menurutku punya tujuan yang lebih mulia dari sekadar mata pencaharian.

Ia mengajari kita untuk selalu berpikir kritis ketika melihat suatu hal, menganalisa sebuah fenomena dengan keharusan objektif itu nggak mudah. Lalu menulis juga sebagai tempat kita mencurahkan segala isi kepala, melatih kita untuk kreatif dan berempati.

Bahkan ada yang mengatakan bahwa menulis bisa mengurangi tingkat kecemasan kita juga. Jadi, aku rasa menulis itu punya misi mulia yang jarang disadari sih. Kurasa jika kita fokuskan untuk belajar dan mengembangkan tulisan kita, niscaya popularitas dan uang akan datang dengan sendirinya, meski harus pakai strategi juga kan?
Terimakasih telah membaca tulisan antah berantah ku ini.
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 12.22 Delete
Terimakasih atas artikel yang telah ditulis kak Aziz. Sejauh ini saya mengikuti kelas menulis kak Aziz tidak ada yang mubadzir. Semuanya manfaat masyaallah. Artikel di atas sangat membantu saya yang masih bingung dalan dunia kepenulisan. Dengan adanya tulisan tersebut menambah jalan pikiran saya untuk terus belajar dan menekuni yang sudah saya jalani. Apalagi untuk saya sebagai IRT muda dan menjalani kegiatan offline yang setiap harinya harus memiliki energi penuh. Setelah mengikuti kelas menulis saya menjadi memiliki teman baru dan tidak jenuh setelah melakukan kegiatan offline seharian. Terimakasih kak sudah menulis artikel ini. Semoga selalu mendapatkan keberkahan 🤲🏻✨
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 13.50 Delete
Masyaallah terima kasih banyak atas ilmunya Kak Aziz. Semoga terus menginspirasi dan memberikan manfaat bagi banyak orang. Mungkin kalau dulu aku nggak kenal Ufuk Literasi, perjalanan menulisku tidak akan sampai hari ini. Bahkan bisa sempat merasakan penghasilan dengan nominal juta berkat ikut salah satu kelas yang diadakan di Ufuk Literasi ini. Selain itu juga bisa kenal teman-teman yang sudah lebih dulu berkecimpung di dunia literasi. Keren banget.

Semoga ke depannya Ufuk Literasi semakin banyak dikenal dan menjadi wadah tepat untuk diskusi tentang literasi. Semoga Allah mudahkan dalam setiap langkah serta berkah dunia dan akhirat ✨️
Comment Author Avatar
Beatrice Delicia
13 Desember 2025 pukul 14.30 Delete
Terimakasih kak karena tulisan ini menjadi semacam pengingat untuk aku pribadi, bahwa memang menjadi penulis itu tidak mudah dan banyak tantangannya. Terutama karena masih pemula, menjadikan ini profesi utama saat ini masih belum tepat. Serta melihat sudut pandang kakak menanggapi ini menurut saya sangat menjawab ke khawatiran penulis pemula seperti aku
Comment Author Avatar
Fairuz Zahro Arroihana
13 Desember 2025 pukul 14.31 Delete
Apa yang disampaikan Kak Aziz memang adalah realita kehidupan. Walaupun kita sudah masuk di era serba teknologi, tapi orang-orang di sekitar kita masih banyak yang memandang sebelah mata pekerjaan remote. Dan seringkali menulis bukan dianggap pekerjaan. Padahal, pekerjaan orang tidak bisa disamaratakan. Mereka punya passion, standar, dan pilihan yang berbeda. Benar kata Kak Aziz, kita tidak harus selalu memperlihatkan apa pekerjaan kita ke orang lain. Orang tidak perlu tahu apa yang kita usahakan dan perjuangkan. Semangat!
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 14.31 Delete
Terima kasih Kak Aziz telah menulis artikel ini. Bahasanya mudah dipahami, sehingga inti dari tulisan dapat tersampaikan dengan baik. Saya rasa kebimbangan dalam isu tersebut kerap terjadi pada setiap diri penulis, terutama untuk penulis pemula yang masih banyak keraguan dalam melangkah. Namun, Kak Aziz membawa angin segar dengan mengemas pembahasan tersebut menjadi lebih mudah untuk dicerna.
Comment Author Avatar
Anna A M (Aam)
13 Desember 2025 pukul 16.05 Delete
Thank you kak untuk tulisannya.
Sebelum ikut kelas kak Aziz, aku pribadi tidak terlalu fokus ke menulis aja. Lebih tepatnya ke produk digital. Karena membuat produk digital tetap membutuhkan kemampuan menulis, baik untuk promosi ataupun membuat konsep produk digital itu sendiri. Bahkan, untuk melanjutkan resume kelas-kelas pun tertunda karena aku nggak menemukan interest lagi. Awal dimulainya yaa karena pertanyaan dari orang lain perihal 'kesibukan' aku sekarang dan juga orang tua yang tidak pernah mau menceritakan kegiatan dan kesibukan yang sedang aku usahakan di rumah. Nggak punya support system untuk full menulis atau bahkan menjadikan menulis itu hobi yang menghasilkan walopun hanya untuk sampingan. Tapi, bukankah pilihan semuanya tetap ada di aku pribadi? Bukan di tangan mereka yang hanya sekedar menanyakan tentang kabar dan 'kesibukan' aku hanya untuk sekadar memuaskan kekepoan mereka aja? Masa depan karir dan segala hal yang mau aku usahakan tetaplah aku yang pegang bukan? Aku baca tulisan kak Aziz di atas itu, langsung keinget sama semua impian aku pas sekolah dulu. Pengen jadi penulis sekaligus pinter public speaking. Bahkan ketakutan buat ngomong di depan as moderator ataupun mc salah satu yang aku lawan dari dulu, karena dari sana aku dapat semangat buat share ilmu dan menuangkannya ke tulisan juga. Keinget juga usaha aku pas nekad daftar jadi jurnalis sekolah. Daftar jadi keanggotan di rohis kabupaten. Segala impian yang aku lupakan karena banyak menerima komentar orang lain tentang hidup aku. Semangat itu yang muncul ketika aku baca artikel kak Aziz ini. Thank you, kak.
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 16.11 Delete
Tulisannya sangat related kak, terkadang aku sendiri juga bingung suatu saat nanti ingin menjadikan menulis sebagai sekedar hobi dan pekerjaan sampingan atau menekuninya sebagai pekerjaan utama. Karena aku sendiri takut tidak mampu untuk menjadikan menulis sebagai pekerjaan utama, tapi seperti kata kak Aziz di artikel bahwa setiap orang memiliki ritmenya masing-masing. Jadi, mungkin untuk saat ini aku akan mencoba mengikuti ritmeku sembari meneguhkan tujuan menulisku sebenarnya. Aku akan mencoba untuk fokus dengan apa yang bisa kucapai sekarang dan mencoba untuk terus bertumbuh seperti yang kakak tulis. Terima kasih atas tulisannya kak❤
Comment Author Avatar
Sufi Inayati
13 Desember 2025 pukul 16.21 Delete
Jam terbang memang tidak bisa berbohong. Itulah sekiranya saat aku membaca tulisan ini. Terkesan sederhana dan relatable di tengah kehidupan para penulis. Mau dijadikan pekerjaan utama, tapi realitanya? Kehidupan menulis adalah pekerjaan yang sunyi dan butuh konsistensi. Tak mudah. Dijadikan pekerjaan sampingan, tapi rasanya tidak adil karena kita begitu menikmati tenggelam dalam aksara. Semuanya valid dan tidak ada aturan baku.
Comment Author Avatar
Ahmada Rahmadhani
13 Desember 2025 pukul 18.09 Delete
Terima kasih banyak Kak Aziz atas pemaparannya d tulisan ini. Tulisan ini realistis dan masuk akal, karena tidak ada satu hal yang bisa cocok untuk semua orang. Setiap orang punya pilihan dan jalan uniknya masing-masing. Tulisan ini tidak memihak, tidak menyudutkan, tidak mengglamorisasi. Terima kasih banyak atas perspektif yang menarik. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat dan menjadi teman bagi mereka yang sedang ragu dengan arah langkah.
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 18.32 Delete
Terimakasih untuk ilmu yang telah Kak Aziz bagikan di kelas. Selain itu artikel ini mengingatkan saya pada beberapa teman yang sudah berpenghasilan dari menulis dan menjadikannya sebagai pekerjaan utama dan sampingan. Pada dasarnya memang nggak mudah untuk bisa sampai berpenghasilan dari menulis karena butuh ketekunan dan konsistensi dalam menjalaninya. Melihat Kak Aziz pun yang sudah berproses dengan waktu yang tidak lama. Semoga kedepannya saya pun bisa menulis seperti Kak Aziz yang sangat sabar dalam prosesnya.
Comment Author Avatar
Mela/Bian stamo
13 Desember 2025 pukul 18.43 Delete
Wah materinya bagus kak jadi dapat pandangan yang berbeda tentang apa yang harus dilakukan sebagai penulis. Semoga dengan adanya materi dari kakak bisa membantu keaktifan menulis dan berkarya
Comment Author Avatar
Hesky Rohi
13 Desember 2025 pukul 19.14 Delete
Woow, ternyata diskusi di grup kelas Ufuk Literasi kemarin malam bisa membuka perspektif baru terkait profesi penulis,ya. Apakah bisa dijadikan pekerjaan utama atau hanya sebatas sampingan aja, nih!

Jujur, ini sangat related dengan motivasi atau mimpi saya di dunia kepenulisan. Sejauh ini, saya punya cita-cita untuk menjadi penulis. Dan itu harus menjadi pekerjaan utama. Saya orangnya suka dengan kebebasan, tidak mau bekerja seperti orang kantoran yang setiap harinya riweh dengan berkas-berkas. Dan menulis adalah profesi yang cenderung bebas, kita hanya dikejar deadline, selebihnya bisa jalan-jalan sambil mencari inspirasi.

Tapi menyinggung soal masa depan penulis di Negeri ini. Emm, saya cukup ragu. Ya, seperti yang sudah dibahas di artikel ini dan beberapa konten yang pernah saya tonton. Intinya, menulis sebaiknya jangan dijadikan profesi utama, dan tak lebih dari hobi.

Tetapi saya punya sebuah pemikiran seperti ini. Toh, menulis bisa dijadikan sebagai sumber penghasilan yang juga menjelma sebagai pijakan untuk membangun bisnis ataupun berinvestasi. Bayangkan saja, penghasilan yang didapatkan dari menulis, kita kelola dengan bijak tentu ada potensi besar untuk membangun cabang bisnis. Bukan hanya habis untuk self-reward ala Gen Z, eghh!


Tapi.. Ah banyak tapinya. Kita harus realistis. Jangan lupakan soal itu. Perjalanan seorang penulis itu tidak gampang bahkan ketika tujuannya untuk meraih penghasilan. Apalagi kalau baru terjun. Jangan berekspektasi tinggi. Memang menghasilkan uang dari menulis bukan hal yang salah, tapi kalau tujuannya untuk memberikan manfaat, maka uang akan datang sebagai bonus.

Jadi, saya menyimpulkan bahwa, sebaiknya menulis itu menjadi sebuah kebiasaan baik untuk menebar kebermanfaatan. Lagipula, menurut penelitian, menulis bisa menyehatkan jiwa dan katanya bikin awet muda. Menarik, kan?.. Cmiww!
Comment Author Avatar
Cindiana Famelia
13 Desember 2025 pukul 19.16 Delete
Tulisan Kak Aziz, terasa sangat dekat dan jujur banget. Aku jadi belajar kalau menulis itu bukan soal siapa yang paling cepat sampai, tetapi tentang bertahan dan terus mengupayakan langkah kecil setiap hari. Perjalanan Ufuk Literasi sebagai pengingatkanku bahwa keraguan adalah bagian dari proses, bukan tanda untuk berhenti. Setiap penulis punya ritmenya sendiri, dan tulisan ini menguatkan untuk terus menulis dengan sadar, sabar, dan penuh percaya pada proses. Aku juga percaya bahwa tulisan atau karya yang kita hasilkan akan menemukan sendiri pembacanya. Hal ini, selalu aku ketekan walaupun tulisanku belum banyak pembacanya. Perjalanan menulisku alhamdulillah, dari bertahan hingga menjadi bertumbuh. Dari menulis sebagai ruang pulihku, sekarang sudah menjadi ruang berbagi dan memberi manfaat. Dari hanya menulis untuk komunitas aku sudah menulis artikel rutin, review buku, storytelling untuk konten video AI terkait dengan artikel yang terbit (ini bisa di check akun TikTok-ku), quotes yang awalnya aku tersimpan rapi sudah menjadi sering template CapCut juga. Pernah juga bergabung di Sribu.com dan merasakan nikmatnya hasil dari menulis. Inovasi yang terkeren menurut aku adalah berhasil mensubmit tulisan untuk lomba salah satunya Anugerah Pewarta Astra. Perjalanan menulis aku ini, semuanya atas izin Allah, sehingga aku masih bertahan menulis sampai sekarang.
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 20.25 Delete
Aku sangat setuju dengan statement Kak Azis, bahwa pada akhirnya, setiap perjalanan menulis itu unik dan tidak bisa dibandingkan satu sama lain. Perjalanan untuk belajar tidak mengenal batasan kapan, dimana … Keterbatasan tercipta dari diri sendiri, jadi cuma diri sendiri yang bisa melewati batasan itu.
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 20.34 Delete
Artikel Ka Aziz ini sangat menginspirasi saya, dimana di dalam artikel tersebut ka Aziz secara jujur membahas realitas menjadikan menulis sebagai pekerjaan utama atau sampingan.
Ka Aziz juga menjelaskan bahwa tidak ada jawaban pasti akan hal tersebut, semua tergantung pada tujuan dan kemampuan masing-masing.

Saya sangat setuju bahwa menulis bisa menjadi jalan hidup ketika kita konsisten mengembangkan diri dan memahami prosesnya, bukan sekadar mengejar hasil cepat.

Saat kita menjadikan menulis sebagai pekerjaan utama atau sampingan sepantasnya disesuaikan dengan kondisi dan ritme masing-masing tanpa merasa terbebani oleh aturan orang lain.
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 20.52 Delete
Terima kasih banyak kak Aziz. Sudah membuat tulisan ini. Apa yang kak Aziz sampaikan memang benar adanya, bahwa menulis itu penting sekali untuk konsisten. Semangat berkarya untuk kita semua. Barakallah fii ilmi kak 🙏
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 21.03 Delete
Saya izin memberikan tanggapan lagi ya. Semua hal ini memang wajar sekali dirasakan oleh seseorang baik itu yang sudah menjadi penulis atau calon penulis.

Selamat saya bisa memulai menulis dan membaca tulisan orang lain. Lalu mempublikasikannya, karep saya masih perlu banyak belajar. Terima kasih atas wejangannya kak Aziz.
Comment Author Avatar
13 Desember 2025 pukul 20.55 Delete
Tulisan Kak Aziz, terasa sangat dekat dan jujur banget. Aku jadi belajar kalau menulis itu bukan soal siapa yang paling cepat sampai, tetapi tentang bertahan dan terus mengupayakan langkah kecil setiap hari. Perjalanan Ufuk Literasi sebagai pengingatkanku bahwa keraguan adalah bagian dari proses, bukan tanda untuk berhenti. Setiap penulis punya ritmenya sendiri, dan tulisan ini menguatkan untuk terus menulis dengan sadar, sabar, dan penuh percaya pada proses. Aku juga percaya bahwa tulisan atau karya yang kita hasilkan akan menemukan sendiri pembacanya. Hal ini, selalu aku ketekan walaupun tulisanku belum banyak pembacanya. Perjalanan menulisku alhamdulillah, dari bertahan hingga menjadi bertumbuh. Dari menulis sebagai ruang pulihku, sekarang sudah menjadi ruang berbagi dan memberi manfaat. Dari hanya menulis untuk komunitas aku sudah menulis artikel rutin, review buku, storytelling untuk konten video AI terkait dengan artikel yang terbit (ini bisa di check akun TikTok-ku), quotes yang awalnya aku tersimpan rapi sudah menjadi sering template CapCut juga. Pernah juga bergabung di Sribu.com dan merasakan nikmatnya hasil dari menulis. Inovasi yang terkeren menurut aku adalah berhasil mensubmit tulisan untuk lomba salah satunya Anugerah Pewarta Astra. Perjalanan menulis aku ini, semuanya atas izin Allah, sehingga aku masih bertahan menulis sampai sekarang.