7 Tips Maksimalkan Penjualan Buku Terbit Self-Publish
Konten Eksklusif
Masukkan username dan password untuk mengakses postingan ini:
Akses Dilindungi
Silakan bergabung ke Verified Member untuk membaca artikel premium seperti ini.
Gabung Sekarang![]() |
| ilustrasi seorang perempuan menjual buku hasil terbit self-publish (freepik.com/freepik) |
Padahal, masalahnya bukan di kualitas buku, melainkan di kesiapan pasar yang seharusnya disiapkan sejak awal. Jika buku yang akan dijual belum disiapkan sejak awal pembelinya, maka penjualan terasa seperti membingungkan dan tidak tahu akan dibeli siapa. Kecuali kalau kamu memang sudah terkenal, ya.
Nah, di artikel ini Kak Aziz akan membahas strategi memaksimalkan penjualan buku self-publish dengan fokus membangun calon pembeli sejak awal. Pendekatannya praktis, minim risiko modal, dan realistis untuk penulis yang bekerja mandiri.
Dan, ini bisa dipraktikkan untuk kamu yang masih pemula sekalipun. Daripada asal nerbitin buku secara self-publish, yuk simak artikel ini sampai akhir.
1. Penjualan Buku Dimulai Sejak Ide Ditentukan
Banyak penulis mengira tugas menjual buku baru dimulai setelah naskah selesai. Akibatnya, buku cetak jadi selesai lebih cepat daripada pasar atau pembeli yang membutuhkannya.
Sejak ide buku muncul, penulis seharusnya sudah memikirkan siapa yang akan membaca buku tersebut. Buku yang lahir dari kebutuhan pembaca jauh lebih mudah dijual. Namun, tetap disesuaikan dengan kemampuan kamu sebagai penulisnya pastinya.
Dengan pola pikir ini, menulis buku bukan sekadar proses kreatif. Menulis buku adalah proses membangun permintaan secara perlahan.
Artinya, selain fokus menulis, kamu juga lebih peka untuk menuliskan sesuatu yang diminati pembaca. Namun, tidak perlu ragu jika baru memulai, kamu bisa menargetkan pembeli yang nantinya sesuai dengan ketertarikan mereka sekalipun jumlah cetaknya tidak langsung dalam jumlah besar.
2. Cari dan Kenali Pembaca Potensial Sejak Awal Menulis
Sebelum bicara soal pre-order, penulis wajib mengenal pembaca potensialnya. Tanpa data pembaca, promosi hanya akan mengandalkan spekulasi dan perkiraan yang belum pasti.
Pencarian pembaca bisa dimulai dari lingkungan terdekat. Media sosial, komunitas, dan grup diskusi literasi seperti kelas menulis yang kamu ikuti adalah tempat paling realistis.
Di tahap ini, tujuan utama bukan menjual buku. Tujuannya adalah memahami masalah, mengerti apa yang dibutuhkan, dan harapan pembaca terkait karya yang sedang kamu usahakan tersebut.
Setelah itu, barulah buku disusun dengan arah yang lebih jelas. Buku tidak lagi ditebak-tebak, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan yang nyata. Tahap ini kamu juga boleh berdiskusi langsung dengan target pembaca yang nanti bisa jadi pembeli juga.
3. Bangun Database Pembaca Sebelum Buku Selesai
Database atau data penting sekumpulan pembaca adalah aset yang berharga dalam penjualan buku self-publish. Tanpa database, pre-order akan terasa berat dan penuh kecemasan.
Penulis sebaiknya mulai mengumpulkan calon pembeli sejak naskah masih dikerjakan. Jangan menunggu buku jadi untuk mulai promosi.
Database ini bisa berupa grup WhatsApp, Telegram, atau daftar kontak sederhana. Yang terpenting, komunikasinya konsisten dan relevan.
Dengan database yang aktif, penulis tidak lagi menjual ke orang asing. Penjualan dilakukan ke orang-orang yang sudah mengenal proses bukunya dan juga penulisnya.
Kak Aziz sering menggunakan cara ini. Misalnya seperti membuat grup pembaca, komunitas menulis yang relevan, atau sekadar melaksanakan kegiatan sharing session secara gratis.
Ya, memang agak effort, tapi jauh lebih effort jika di akhir harus menyimpan banyak buku cetak karena kesulitan memasarkan buku yang sudah jadi. Semua memang butuh proses, jadi cintailah prosesnya jangan menjadikannya beban.
4. Promosi Jalan Bersamaan dengan Proses Editing dan Produksi
Kesalahan umum penulis adalah menunggu buku benar-benar siap sebelum promosi. Padahal, masa editing dan desain adalah waktu terbaik membangun antusiasme pembaca yang diharapkan jadi pembeli nanti.
Proses di balik layar justru lebih menarik bagi calon pembaca. Mereka merasa ikut terlibat, bukan sekadar menjadi target jualan.
Di tahap ini, promosi tidak perlu hard selling. Cukup berbagi cerita proses dan progres secara jujur baik di media sosial ataupun grup hingga channel khusus yang sudah disiapkan sebelumnya.
Agar promosi lebih terarah, penulis bisa memanfaatkan beberapa jenis konten berikut:
- Cerita progres penulisan dan revisi: Bagikan perkembangan naskah, tantangan menulis, atau insight baru yang ditemukan. Konten ini membangun kedekatan emosional.
- Proses editing dan layout buku: Tunjukkan bagaimana buku dipoles agar layak dibaca. Ini meningkatkan persepsi kualitas di mata calon pembaca dengan harapan ter konversi jadi pembeli di kemudian hari.
- Konsep dan proses pembuatan cover: Cover sering menjadi pemicu minat pembelian pertama. Melibatkan pembaca di tahap ini akan meningkatkan rasa memiliki.
- Cerita di balik keputusan isi buku: Alasan memilih topik atau sudut pandang tertentu membuat buku terasa lebih bermakna. Spill tipis-tipis bagian yang ingin kamu bagikan kepada mereka dan alasan di balik penulisannya.
5. Pre-Order Adalah Puncak, Bukan Titik Awal
Pre-order sering disalahpahami sebagai awal penjualan. Padahal, pre-order idealnya adalah puncak dari proses yang sudah panjang.
Jika database pembaca sudah terbentuk, pre-order hanya tinggal mengonversi minat menjadi transaksi. Bahkan, sebagian pembaca bisa transfer sebelum pre-order resmi dibuka. Ini berlaku dan sangat mungkin jika mereka sudah percaya ataupun loyal kepada produk-produk yang kamu hasilkan.
Strategi ini membantu penulis meminimalkan modal cetak. Risiko buku tidak laku pun bisa ditekan sejak awal. Jadi, nggak perlu lagi khawatir drama cetak banyak buku self-publish lalu dibagikan secara gratis.
6. Gunakan Bukti Sosial untuk Menguatkan Keputusan Pembelian
Kepercayaan menjadi tantangan utama penulis self-publish. Terutama bagi penulis yang belum dikenal luas oleh masyarakat.
Bukti sosial membantu pembaca merasa lebih aman saat memutuskan membeli buku. Dan testimoni tidak harus menunggu buku cetak. Pendapat editor, pembaca di platform, mentor sudah cukup kuat dan berpengalaman di bidangnya, bahkan kamu bisa menunjuk beberapa reviewer yang bisa dipercaya untuk membantu mengulas buku tersebut dalam bentuk draft sebagian.
Semakin sering bukti sosial ditampilkan, semakin tinggi tingkat kepercayaan calon pembeli. Kamu juga bisa meminta teman dekat untuk memberikan feedback jika mereka berkenan. Lalu, post bukti chat tersebut dalam bentuk yang menarik.
7. Bangun Relasi Jangka Panjang dengan Pembaca
Penjualan buku yang sehat tidak berhenti di satu judul. Hubungan jangka panjang dengan pembaca jauh lebih bernilai.
Gunakan buku sebagai pintu masuk membangun relasi berkualitas atau diskusi lanjutan. Pembaca yang merasa dilibatkan cenderung lebih loyal.
Relasi yang terjaga membuat penjualan buku berikutnya jauh lebih mudah. Pembaca lama sering menjadi pembeli pertama. Meskipun tidak selalu begitu, biasanya mereka tetap mempertimbangkan buku sebelumnya yang pernah dibeli.
Memaksimalkan penjualan buku self-publish bukan soal trik instan atau diskon besar-besaran. Kuncinya ada pada persiapan pasar sejak awal dan membangun pembaca jauh-jauh hari sebelum naskah diterbitkan secara self-publish.
Dengan membangun pembaca, database, dan kepercayaan mereka sebelum pre-order dibuka, penulis bisa menerbitkan buku dengan lebih tenang. Buku terbit, pembeli siap, dan risiko modal bisa ditekan secara realistis. Jadi, apakah kamu sudah berani menerbitkan buku secara self-publish?

Asli jadi pengin nyoba nerbitin self publish, sepertinya asikkk 🤭
Bismillah soon!